ANGAN dalam HARAPAN
Sejenak anganku berpijak, sorot mataku tiba-tiba berhenti tepat pada dirinya. Bidadari, mungkin itulah sebutan yang memang pantas diberikan untuknya. “Andai saja….” fikir dalam anganku, tiba-tiba anganku terhenti. Bel masuk ternyata telah berbunyi, tanda perang untuk para pelajar yang siap berperang mencari ilmu. Perlahan namun pasti sosok itu menghilang ditengah keramaian para siswa yang berlalu-lalang.
Saat dikelas, yang ku fikirkan hanyalah bidadari kecil itu. Tak ku hiraukan ocehan guru yang berusaha menerangkan pelajaran didepan kelas. Berusaha memadukan fikiran dan angan, “ahh, ingin sekali ku bertemu dia kembali !” celoteh ku dalam hati.
Waktu yang berputar seakan tak terasa dalam hati sang pemabuk cinta. Akhirnya bel pulang berbunyi, bergegas ku berjalan dilorong-lorong sekolah yang dipenuhi puluhan bahkan ratusan siswa maupun siswi. Tiba-tiba, aku tersandung, alhasil badanku terjatuh dengan buku-buku yang berserakan dilantai. Dengan sigap ku bereskan semua buku-buku yang jatuh, tak ku hiraukan apa yang membuatku jatuh. Sampai suara itu terdengar begitu halus, ku tahan langkah kakiku.
“Maaf ya, aku tidak sengaja” suara halus terdengar lembut.
“Hah, iya tidak apa apakok” dengan wajah yang sedikit malu ku sembunyikan rasa sakitku.
Suara itu tidak asing ditelingaku, sosok yang selama ini diam-diam kukagumi, kini berada tepat didepanku. Tak berani ku tunjukan wajahku didepan matanya, terlalu munafik memang, tapi ini lah realita saat sedang jatuh cinta. Yang tampak dimataku hanyalah senyumnya yang sungguh sangat indah. “takkan kulupa senyummu wahai bidadariku” anganku kembali. Bergegeas ku pergi saat itu tanpa memperdulikannya.
Sejak kejadian disekolah saat itu, hatiku mulai tak terkendali. Terkadang yang kufikirkan hanyalah senyumnya saat itu. Bunga mawar yang merekah pun akan iri melihat merah merona bibirnya saat itu. DIriku tak henti memuji dirinya. Keberanianku selalu bersembunyi untuk menyapanya, walau hanya sekedar menyapa. Saat istirahat, sorot mataku sesekali melirik kearahnya, tak dapat kubiarkan untuk terus mengikutinya, takut ketahuan sedang memperhatikan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun. Tak terasa, begitu tua pengagum rahasia ini terus mengagumi bidadarinya. Mungkin tahun terakhir diriku dapat melihat sosoknya disini, disekolah ini. Tanpa mengetahui apapun dari sosok yang dikaguminya, entah itu nama, atau yang lainnya. Tapi diriku menikmati itu apa adanya, kepuasan tersediri melihat sang pujangga hati.
Ku tak ingat hari itu, tak jelas apa yang akan terjadi, tapi hati ku tiba tiba terbesit tentang bidadari kecil itu. Saat pulang sekolah, tak dapat ku temukan batang hidungnya ditempat yang biasa ku tunggu. Perlahan namun pasti, sosok itu keluar dari kerumunan para siswa, diriku tersenyum riang. Tapi berselang beberapa saat, sejenak ku lihat ada tangan yang merangkulnya mesra, kepalaku bagai tersengat listrik bertegangan tinggi, selama ini tak pernah sekalipun kulihat dirinya bersama seorang pria. Diam, bingung, sibuk mencari pegangan, terombang ambing dalam badai asmara.
Akhirnya, diriku sadar, diriku bukanlah siapa siapa. Terkadang kehidupan itu tak sejalan dengan apa yang kita inginkan. Memang butuh beberapa tetesan air mata untuk tersadar. Pengagum tetap lah menjadi pengagum yang setia mengagumi untuk orang yang dicintai. Terkadang berhenti sejenak untuk MATI.